03/04/12

Sejarah Al-Hikmah


Sejarah Berdirinya Al-Hikmah
Sejarah Berdirinya Al-Hikmah

Al-Hikmah sebelum bernama Al-Hikmah dipelajari oleh Pak Toha (sebagai Polisi) dari pesantren, kemudian dari Pak Toha dipelajari oleh H. Syaki Abdul Syukur sebagai seorang santri dan jawara, kemudian saya sebagai anak didik H. Syaki Abdul Syukur akan mengembalikan ke pesantren dan akan saya sebarkan kembali ke seluruh jajaran.

Sekelumit riwayat mengenai Pak Toha, konon semenjak kecil Pak Toha hanya bercita-cita ingin punya ilmu ini (Al-Hikmah), maka berangkatlah Pak Toha ke pesantren di daerah Banten selama 7 (tujuh) tahun, namun hasilnya hanya mendapat ilmu Qiro’at, Fiqih dan Silat Cipecut. Setelah 7 tahun Pak Toha berpikir, biaya sudah habis namun ilmu yang dicita-citakan belum juga didapat. Akhirnya Pak Toha pulang dari pesantren kerumahnya yang berada di Jakarta. Ditengah perjalanan di atas kereta api, yang Insya Allah jumlah dari gerbong kereta api tersebut adalah sebanyak 6 gerbong. Beliau duduk melamun memikirkan biaya telah habis, namun ilmu yang dicita-citakan belum didapat.

Tiba-tiba datanglah 3 (tiga) orang berpakaian jawara menyapanya. Sambil duduk salah seorang dari mereka berkata : “Ada ilmu yang dibaca dua kalimat syahadat, tapi bila ditunjuk ke orang yang berniat jahat, maka orang tersebut langsung terpental”. Pak Toha kaget lalu bertanya : “Ilmu apa yang tadi diceritakan dan berada dimana?”. Kemudian salah seorang dari ke 3 orang tersebut mengambil bungkusan rokok yang isinya hanya tingal 1 (satu) batang saja, lalu bungkus rokok itu dipakai untuk menuliskan alamat keberadaan ilmu tersebut. Selagi Pak Toha membaca alamat tersebut, ke 3 orang itu tiba-tiba menghilang. Setelah dicari di 6 gerbong, ke 3 orang tersebut tidak dapat ditemukan.

Sangat disesalkan bagi kita sebagai ikhwan/akhwat Al-Hikmah, bahwa kita tidak diberitahukan alamat atau nama kampung yang tertera ditulisan pada bungkus rokok itu. Dan setelah menempuh perjalanan, akhirnya PakToha pun sampai dirumahnya. Setiba dirumah beliau disambut oleh Bapaknya, dengan pertanyaaan : “Gimana Toha, apakah yang kamu cita-citakan sudah berhasil?”. Pak Toha menjawab : “Belum berhasil Pak, sewaktu dalam perjalanan pulang, ada 3 orang di kereta api yang memberi saya alamat, namun biaya telah habis”.

Pada waktu itu Bapaknya Pak Toha mempunyai seekor kuda dan delman, maka dijuallah kuda dan delman tersebut, seharga Rp. 40, - (empat puluh rupiah) dengan tujuan untuk dipakai biaya Pak Toha mencari Ilmu. Hingga akhirnya Bapaknya Pak Toha beralih profesi menjadi tukang daun dan tali. Berangkatlah Pak Toha dari rumahnya di Jakarta, naik di satu halte dan turun di halte yang lain. Tetapi setiap ditanya berhenti di halte yang mana? Pak Toha selalu menjawab : “diam kamu!”. Setelah turun di halte terakhir, Pak Toha berjalan kaki melewati sawah yang luas, pada saat itu sedang panen. Sampai ditengah persawahan tibalah saatnya waktu maghrib, akhirnya Pak Toha pun membabat jerami (pohon padi) untuk digunakan sebagai ampar tidur dan sisanya dipakai sebagai selimut.

Di kelelahan dan kehinangan malam Pak Toha pun tertidur, hingga Pak Toha terbangun diwaktu subuh. Setelah itu Pak Toha melanjutkan perjalanannya menuju alamat pesantren yang tertera di bungkus rokok itu. Pak Toha tiba di pesantren pada saat menjelang waktu magrib. Pak Toha mengucapkan salam dan dijawab oleh Kyai pesantren tersebut dengan wa’alaikum salam. Kyai tersebut lalu bertanya : "mau ke mana kamu Toha?”. Pak Toha kaget dan tertegun (karena Kyai itu tahu namanya) sambil menjawab : “Saya hanya ingin mencari ilmu Kyai”. Ditempatkanlah Pak Toha di masjid oleh Kyai tersebut dengan kalimat karena “ilmu Qiroat dan Fiqih kamu sudah cukup, ketika waktu sholat tiba kamu harus mengisi air tempat wudhu”. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh Pak Toha selama 3 tahun kurang 10 hari.

Pada saat itu santri dari Kyai tersebut berjumlah sebanyak 300 (tiga ratus) orang. Sepengetahuan Pak Toha selama 3 tahun kurang dari 10 hari itu, Pak Toha belum pernah melihat Kyai tersebut melaksanakan sholat di masjid, yaitu melaksanakan sholat jum’at ataupun sholat yang 5 (lima) waktu. Hanya saja bila datang waktu siang selepas waktu dhuha, Kyai tersebut mengajak Pak Toha untuk menanam padi, singkong dan jenis palawija lainnya. Setelah 3 tahun kurang 10 hari Pak Toha berpikir, saat tiba waktu subuh Pak Toha membawa Al-Qur’an menghadap Kyai tersebut dengan maksud ingin mengaji. Tapi di tolak oleh Kyai tersebut dengan ucapan: “Toha, Ilmu qiro’at kamu sudah cukup di Banten’’, lalu Pak Toha diberi uang se-gobang atau 5 (lima) sen, kemudian disuruh membeli daun kawung atau daun rokok dengan pesan “kamu jangan tidur sebelum saya datang”.

Pada waktu itu uang se-gobang dapat daun kawung sebanyak 5 (lima) ikat dan di bawalah daun kawung itu ke masjid. Sesuai dengan pesan, Pak Toha menunggu di masjid dari subuh sampai kurang lebih jam 02:00 WIB dini hari. Akhirnya Kyai tersebut datang memasuki masjid. Pada saat itu Pak Toha sedang duduk ditiang masjid tengah, sesampainya di dalam masjid Kyai tersebut mengucapkan salam dan di jawab oleh Pak Toha dengan wa’alaikum salam. Sambil duduk Kyai itu berkata; “Toha, ternyata niat kamu memang sudah sungguh-sungguh”. Duduklah Kyai tersebut berhadapan dengan Pak Toha yang pada waktu itu duduk menghadap arah kiblat, maka disitulah jatuh syarat ngerawat bahwa si murid harus menghadap arah kiblat dan Pembina atau Perawat Al-Hikmah menghadap ke arah si murid, yaitu saling berhadapan. Setelah duduk saling berhadapan Kyai tersebut pun bertanya tentang daun kawung yang dipesannya. Pak Toha mengeluarkan ke 5 (lima) ikat daun kawung tersebut, lalu mulailah Kyai tersebut mencabuti satu persatu daun kawung itu yang ternyata di dalamnya sudah tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, sambil mencabut Kyai tersebut bertanya “ini yang kamu cari Toha ?“. Pak Toha menjawab : “ bukan Kyai“. Terus menerus seperti itu, sampai akhirnya daun kawung yang 5 (lima) ikat tersebut hanya tinggal tersisa 2 (dua) lembar saja. Lalu Kyai tersebut memegang kedua lembar daun kawung yang tersisa sambil bertanya : “Toha setiap yang dicabut tadi terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, tapi kenapa kamu menolaknya?”. Pak Toha menjawab “maaf Kyai, bukan itu yang saya cari“. Selanjutnya Kyai tersebut berkata lagi : “gimana kalau yang kamu cari tidak ada disini (2 lembar daun kawung yang tersisa)?“. Pak Toha menjawab kembali: “saya ridho kalau memang tidak ada, tapi karena ilmu itu diturunkan kedunia, tolong saya diberi petunjuk”. Kyai tersebut tersenyum sambil berkata : “tenang kamu Toha“, lalu Kyai tersebut mencabut 2 lembar daun kawung yang tersisa sambil membaca : “Benar itu Kyai !“ seru Pak Toha, namun Kyai tersebut membelah daun kawung tersebut sambil berkata : “semua yang bergerak diperut adalah hak kamu dan yang bergerak di tangan adalah hak H. Amilin”. Pada waktu itu H. Amilin baru berusia 7 (tujuh) tahun, tapi sudah dipanggil Haji. Kyai tersebut berkata : “pada suatu hari nanti akan ada anak buah kamu yang dapat menyatukan ilmu ini”. Terjadi perbedaan pendapat antara murid Pak Toha dengan murid H. Amilin, bahwa “bohong H. Syaki ngaku- ngaku muridnya H. Amilin“. Kebenarannya, pada waktu itu Pak Toha mempunyai 60 (enam puluh) perwakilan yang diantaranya termasuk Abah H. Syaki, namun dari ke 60 (enam puluh) perwakilan tersebut hanya Abah H. Syaki yang menerima surat dari Pak Toha untuk belajar ke H. Amilin di Garut. Ini fakta yang menguatkan bahwa Abah H. Syaki adalah termasuk salah satu muridnya H. Amilin.

Itulah jerih payahnya guru kita, orang tua kita atas ilmu Al-Hikmah yang sekarang kita miliki. Oleh karena itu Pak Toha ketika membicarakan ilmu ini beliau suka menangis, karena merasa dan melihat untuk memiliki ilmu ini anak sekarang begitu mudahnya. Padahal pada waktu mendapatkan ilmu ini beliau begitu prihatin. Setelah 3 (tiga) tahun kurang 10 (sepuluh) hari dan merasa telah mendapatkan ilmu yang diinginkanya, Pak Toha pun pulang kerumahnya. Setelah sampai dirumah, di sambut oleh adiknya yang bernama Sukardi yang kebetulan pada waktu itu sedang kalah main. ”Wah kebetulan Toha kamu pulang, ajarin gue silat Cipecut nih!” ucap Sukardi. Lalu Pak Toha pun bersedia mengajari adiknya. Namun setelah belajar dari mulai waktu isya sampai menjelang subuh, Sukardi tidak bisa mempelajari ilmu silat.

Setelah waktu subuh tiba dan pada waktu itu ibunya Pak Toha sedang menggoreng singkong diatas sebuah wajan atau kuali, keduanya sudah merasa kelelahan. Pak Toha pun sedikit lepas kontrol dan berkata, ”goblog amat kamu, belajar silat begini aja nggak bisa-bisa”. Sukardi yang mendengar omongan seperti itu merasa tersinggung dan langsung emosi, maka dia menyerang berniat memukul Pak Toha, namun Pak Toha secara reflek sambil menunjuk sukardi sehingga terpental menduduki kuali yang sedang dipakai menggoreng singkong. Si ibu menjerit-jerit ketakutan, namun bapaknya Pak Toha bersorak girang sambil berkata “nggak percuma aku habis modal akhirnya anakku berhasil mendapatkan ilmu yang diinginkannya”. Sehabis kejadian itu akhirnya Sukardi berkata, ”ngapain lu ngajarin gue silat cipecut, itu aja yang lu ajarin ke gue”, di situlah pertama kali Pak Toha mengajarkan ilmu Al-Hikmah kepada adiknya Sukardi dan jatuh kebiasaan dimana kita ikhwan Al-Hikmah disyahkan menjadi Pembina atau Perawat Al-Hikmah, dihimbau untuk membina atau merawat keluarga terlebih dahulu sebelum orang lain. Setelah diajarkan ilmu Al-Hikmah, akhirnya Sukardi berangkat main lagi. Tetapi begitu Sukardi main dia kalah lagi. Maka di ikatlah sama Sukardi hinga semuanya tampak bengong seperti patung dan di ambilah semua uangnya oleh Sukardi. Lalu Sukardi pulang kerumah dan kejadian itu diketahui oleh Pak Toha. Pak Toha lalu menegur Sukardi : “ngak boleh sukardi, uang itu harus dikembalikan”. Tapi Sukardi membantah dengan ucapan “ngak bisa! gue udah kalah lebih dari 20 (dua puluh) kambing disitu “. Akhirnya diambilah uang tersebut oleh Pak Toha sebesar harga 20 (dua puluh) kambing dan sisanya dikembalikan. Dari kejadian tersebut diatas jatuh sumpah Pak Toha, bahwa setiap muslimin/ muslimat yang ingin masuk atau belajar ilmu Al-Hikmah harus bisa dan mau mengerjakan segala perintah Alllah S.W.T. dan menjauhi segala larangan-Nya.

sumber : dari web oleh KH. Iskandar
http://www.muninq.com/al-hikmah.pdf